
jemaah haji Indonesia yang wafat di tanah suci hingga Selasa (10/6/2025) mencapai 203 orang.
Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKB, Maman Imanulhaq, menyoroti tingginya angka kematian tersebut dan mengaitkannya dengan persoalan istitha’ah atau kemampuan jemaah, terutama dalam aspek kesehatan.
Berdasarkan data Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat), mayoritas dari jemaah yang meninggal merupakan jemaah haji reguler.
“Dari 203 jemaah yang meninggal dunia, 199 adalah jemaah reguler dan 4 dari haji khusus. Salah satunya memiliki penyakit berat yang sebenarnya bisa dipertanyakan apakah memenuhi syarat istitha’ah kesehatan atau tidak,” ujar Maman dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk Optimalisasi Penyelenggaraan Haji Lewat Revisi UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (11/6/2025).
Soroti Dugaan Suap demi Bisa Berangkat
Maman juga mengungkapkan kekhawatirannya terkait dugaan praktik suap yang dilakukan oleh calon jemaah haji agar tetap bisa berangkat ke tanah suci, meskipun secara medis tidak layak.
Menurutnya, fenomena ini merupakan tantangan serius dalam membangun kesadaran masyarakat mengenai pentingnya istitha’ah sebagai syarat mutlak berhaji.
“Masih banyak orang yang berprinsip — mudah-mudahan tidak banyak — bahwa mereka menyuap agar bisa berangkat. Padahal penyakit mereka berat,” ujarnya.
DPR Ingatkan Niat yang Salah Bisa Berujung Fatal
Dalam penjelasannya, Maman juga menyampaikan adanya jemaah yang rela berangkat dalam kondisi sakit berat dengan harapan bisa meninggal di Tanah Suci, karena menganggap itu sebagai bentuk kemuliaan.
Namun, ia menegaskan bahwa niat seperti itu adalah keliru.
“Ada yang bilang, ‘enggak apa-apalah yang penting saya bisa berangkat, kalau meninggal syukur-syukur meninggal di Mekkah.’ Saya katakan, Ibu Bapak, kalau Anda tidak sehat lalu berangkat dan meninggal, itu niatnya saja sudah salah,” katanya.
Lebih lanjut, Maman mengingatkan bahwa meninggal di Makkah tidak serta merta menjadikan seseorang syahid jika tidak didasari niat dan keimanan yang benar.
Ia mencontohkan tokoh dalam sejarah Islam yang meninggal di tempat suci, tetapi tidak dianggap syahid.
“Dia bilang, ‘kalau saya meninggal di Makkah, mungkin kami syahid.’ Enggak bisa! Abu Jahal, Abu Lahab pun meninggalnya di Mekkah, tapi mereka tetap kafir kok,” ucapnya.
Maman menyerukan perlunya edukasi yang lebih menyeluruh mengenai pentingnya istitha’ah, baik dari sisi kesehatan maupun niat berhaji, kepada masyarakat.
Ia meminta pemerintah dan tokoh agama berperan aktif dalam meningkatkan kesadaran ini.
Menurutnya, pemahaman yang benar mengenai syarat berhaji sangat penting demi menjaga keselamatan jemaah sekaligus memastikan keberkahan ibadah.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul “203 Jemaah Haji Wafat, Komisi VIII DPR Soroti Istitha’ah Kesehatan & Singgung Dugaan Praktik Suap”.