
lonjakan harga kelapa di pasaran saat ini adalah meningkatnya permintaan komoditas khas Indonesia itu untuk diolah menjadi susu di China.
Zulkifli menjelaskan bahwa masyarakat China saat ini lebih memilih menggunakan santan kelapa sebagai pengganti susu dalam minuman kopi mereka, yang berdampak langsung pada harga kelapa di pasaran.
Dalam upaya untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Indonesia tidak hanya berfokus pada pengembangan komoditas pangan pokok seperti gabah dan jagung, tetapi juga memperluas perhatian ke produk perkebunan yang lebih menguntungkan seperti kopi dan coklat.
“Kami kini memberikan perhatian lebih pada komoditas seperti kopi, coklat, dan kelapa yang memiliki harga yang sangat baik,” tambahnya.
Bagaimana Dampak Kelangkaan dan Lonjakan Harga Kelapa?
Laporan sebelumnya menunjukkan bahwa harga kelapa di berbagai pasar tradisional telah mengalami lonjakan drastis.
Kondisi ini tidak hanya berdampak pada konsumen, tetapi juga pada pedagang kelapa yang mengalami penurunan penjualan.
Agus, seorang pedagang kelapa berusia 60 tahun di Pasar Paseban, Senen, Jakarta Pusat, melaporkan bahwa harga kelapa kini melonjak lebih dari dua kali lipat.
Di Pasar Tambun, Bekasi, distributor kelapa parut, Juari, juga mencatat kenaikan harga yang signifikan.
Ia melaporkan bahwa harga kelapa parut eceran sebelumnya naik dari Rp 5.000 menjadi Rp 10.000 hingga Rp 12.000 per butir sebelum Ramadhan.
“Sekarang harga kelapa ukuran kecil dijual Rp 15.000, sedangkan ukuran besar mencapai Rp 17.000 hingga Rp 18.000 per butir,” ungkapnya.
Juari menduga bahwa peningkatan harga ini disebabkan oleh tingginya permintaan ekspor kelapa parut ke Thailand, yang membuat petani menetapkan harga jual sama untuk pasar domestik dan ekspor.
Apa Penjelasan Pemerintah Mengenai Kenaikan Harga Kelapa?
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, juga memberikan penjelasan tentang mahalnya harga kelapa.
Ia mencatat bahwa banyak kelapa yang diekspor ke negara lain, sehingga pasokan kelapa di pasar tradisional berkurang.
“Kondisi ini menyebabkan kenaikan harga dan merugikan konsumen rumah tangga,” ujarnya dalam siaran pers Kemenperin pada Rabu (30/4/2025).
Agus menekankan bahwa kelapa dari Indonesia lebih banyak diekspor dalam bentuk kelapa bulat, sedangkan industri dalam negeri harus membayar pajak saat membeli kelapa dari petani.