
BUMN) di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, ditangkap pihak kepolisian atas dugaan penyalahgunaan dana senilai Rp 2,53 miliar. Modus yang digunakan terbilang rapi namun akhirnya terbongkar oleh audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kedua tersangka, F yang merupakan kepala unit bank, dan M yang bekerja sebagai teller, bekerja sama dalam menjalankan transaksi penyetoran fiktif tanpa disertai uang fisik.
Kepala Kepolisian Resor Kotabaru, AKBP Doli M Tanjung, menyatakan bahwa F memanfaatkan posisinya untuk melakukan transaksi fiktif dengan menyetorkan dana ke rekening atas namanya sendiri.
“Aksi kejahatan keduanya ini berlangsung antara bulan Agustus hingga Oktober 2023 tapi baru terungkap sekarang. FM menggunakan rekening atas namanya sendiri untuk menampung dana hasil transaksi fiktif tersebut,” ujar Doli saat memberikan keterangan pers pada Selasa (20/5/2025).
Bagaimana Transaksi Fiktif Ini Bisa Terjadi?
Aksi tersebut dijalankan dengan memanfaatkan aplikasi internal bank, di mana M memberikan akses melalui user ID miliknya.
Tercatat sebanyak 38 kali transaksi dilakukan dalam kurun waktu tiga bulan tersebut, dengan nominal per transaksi berkisar antara Rp 10 juta hingga Rp 90 juta.
Kecurigaan mulai muncul setelah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kalimantan Selatan melakukan audit internal dan menemukan sejumlah kejanggalan dalam catatan keuangan.
Hasil audit itu kemudian dilaporkan kepada Polres Kotabaru yang langsung menindaklanjuti temuan tersebut.
Kemana Aliran Dana Hasil Kejahatan Mengalir?
AKBP Doli menjelaskan bahwa sebagian besar dana yang digelapkan digunakan oleh kedua pelaku untuk berjudi secara online.
“Penyidik Polres Kotabaru berhasil melakukan pemulihan kerugian negara sebesar Rp 970 juta dari total kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 2,53 miliar,” tambah Doli.
Kasus ini menambah daftar panjang penyalahgunaan jabatan oleh oknum pegawai bank yang memanfaatkan sistem internal untuk keuntungan pribadi.
Akses yang dimiliki oleh para pelaku dalam sistem perbankan internal menjadi celah besar yang dimanfaatkan untuk melakukan penyelewengan dana.
Atas perbuatannya, F dan M kini harus mempertanggungjawabkan tindakan mereka di hadapan hukum. Keduanya dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan/atau Pasal 3 Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 56 KUHP.
Pihak kepolisian terus melakukan pengembangan kasus guna menelusuri kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain serta menelusuri aliran dana yang belum berhasil dipulihkan.
Sementara itu, pihak bank tempat kedua pelaku bekerja belum memberikan keterangan resmi terkait sanksi internal yang akan diberikan terhadap kedua pegawai tersebut.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Kepala Cabang dan Teller Bank BUMN Bobol Dana Rp 2,5 M Lewat Transaksi Fiktif, Uangnya Dipakai Judol“.